Bulan Ramadhan menjadi ujian awal untuk menguji etos kerja seseorang. Jika etos kerja meningkat selama Ramadhan, maka sudah bisa dipastikan secara alamiah bahwa produktivitas kerjanya juga terus meningkat pada bulan-bulan setelah Ramadhan. Selain itu puasa sendiri merupakan ajang latihan untuk menahan diri mengendalikan emosi, fitnah, serta nafsu yang dapat membatalkan puasa.
Ramadhan adalah bulan penuh berkah dan ampunan. Hampir tidak ada waktu yang terlewatkan kecuali hanya untuk mendekatkan diri (bertaqarrub) kepada Allah. Tentu saja kualitas ibadah tidak hanya melalui peningkatan spiritual pribadi melalui ketekunan dalam shalat dan membaca Al – Qur’an, tapi juga dapat diraih melalui ibadah sosial lain seperti tetap semangat bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga. Etos kerja dan produktivitas tak boleh menurun hanya karena alasan melaksanakan puasa.
Perjuangan Rasulullah SAW dalam perang badar, Salahuddin Al –Ayyubi dalam perang salib, perjuangan rakyat Palestina, serta sejarah kemerdekaan negara Republik Indonesia kita tercinta menjadi bukti bahwa puasa mampu meningkatkan etos kerja dan produktivitas. Tujuan puasa adalah agar kita bertakwa. Pada ayat yang memerintahkan puasa disebut la‘allakum tattaqun (agar kamu bertakwa). Kata takwa tentu mencakupi segala kebaikan yang kita lakukan. Termasuk dalam pekerjaan yang kita geluti sehari-hari bagian untuk mencapai ketakwaaan. Ada yang mengatakan bahwa puasa yang kita lakukan adalah jahitan pakaian ketakwaan kita. Dalam ibadah puasa, ada tiga nilai pokok: Pertama, adalah adanya sikap kritis dan peduli terhadap lingkungan sosial sekitar; Kedua, adanya keterkaitan antara kesalehan pribadi dan kesalehan sosial (kelompok), dan; Ketiga, lahirnya jiwa keagamaan yang inovatif, kreatif, efesiensi dan inovatif.
Dari ketiga nilai itulah tertanam sejumlah spirit puasa dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Peningkatan produktivitas kerja, satu caranya dimulai selama Ramadhan. Bulan Ramadhan menjadi ujian awal untuk menguji etos kerja seseorang. Jika etos kerja meningkat selama Ramadhan, maka sudah bisa dipastikan secara alamiah bahwa produktivitas kerjanya juga terus meningkat pada bulan-bulan setelah Ramadhan.
Esensi aktivitas kehidupan manusia bermuara pada dua unsur, yaitu unsur ibadah dan maksiat. Semua kita berada pada satu unsur tersebut pada setiap aktivitas kerja yang kita lakukan. Dengan catatan keberadaan kita pada satu unsur itu sangat tergantung pada niat melaksanakan setiap pekerjaan yang kita lakukan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa “Sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.” Jadi nilai suatu bentuk pekerjaan, bukan hanya dilihat dari kinerja produktivitas, melainkan juga harus dilihat secara holistik dan filosofis dalam niat kebaikan atau keburukan.
Pada bulan Ramadhan semua ibadah akan dilipat gandakan pahalanya. Makanya karena nilai ibadahnya tinggi, sudah pasti setiap orang akan berlomba-lomba untuk beraktivitas dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja yang baik. Bagi yang memahami bulan yang penuh rahmat ini tentu akan meningkatkan berbagai aktivitas (ibadah), dan tentu berusaha untuk mereduksi aktivitas-aktivitas yang memiliki unsur maksiat. Supaya puasa yang dijalani diterima Allah SWT.
Imam Al-Ghazali dalam karya monumentalnya, Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa setelah kita melaksanakan ibadah puasa dan amalan-amalan lainnya, kita harus menyikapinya dengan dua maqam, yaitu khauf (khawatir) dan raja’ (harap). Artinya kita harus menjadikan puasa benar-benar sebagai ibadah yang agung dan dapat membawa inspirasi bagi kita, keluarga dan umat secara keseluruhan. Sebagai upaya agar puasa yang kita laksanakan diterima
Allah Swt.
Puasa mengandung banyak spirit. Dari berbagai kajian disiplin ilmu, puasa bagi seseorang mengandung banyak manfaat, baik dari segi kesehatan, ekonomi, politik dan pendidikan. Di antara spirit yang tak kalah penting dari esensi puasa adalah meningkatnya etos kerja manusia dalam menjalani rutinitas pekerjaanya.
Setidaknya akan melahirkan lima spirit puasa dalam etos kerja: Pertama, munculnya hubungan spiritual yang erat manusia terhadap Allah. Sehingga menjadikan manusia bersungguh-sungguh dalam peningkatan produktivitas kerja pada bulan Ramadhan;
Kedua, spirit puasa menjadikan manusia menjaga hubungan yang harmonis, selaras dan serasi dengan relasi kerjanya. Baik antara bawahan dengan atasan, maupun antar institusi; Ketiga, spirit puasa melahirkan manusia untuk menempuh cara-cara yang “halal” baik dalam menjalani suatu pekerjaan, maupun dalam proses mencari pekerjaan.
Keempat, spirit melahirkan manusia pada level saling menghormati, toleransi dan menyanyangi antar makhluk sebagai pencipta dari Tuhan semesta, dan; Kelima, spirit puasa meningkatnya profesionalisme dalam setiap pekerjaan yang diemban.
Islam bukan hanya memperbolehkan dan mendorong segala bentuk kerja yang produktif, namun menyatakan bahwa kerja itu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim, bahkan menjadikannnya sebagai suatu, identitas, dan kehormatan. Yang dimaksud dengan kerja di sini adalah amal saleh; yaitu setiap amal yang baik, produktif dan manfaat, baik di dunia maupun di dunia dan akhirat. Jadi bukan sembarang kerja, melainkan pekerjaan yang diizinkan, dicintai dan diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dari semua jenis kerja, bisnis dan dagang yang paling baik adalah suatu pekerjaan yang manfaatnya langgeng tak terputus, yaitu bekerja kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan upah dari Allah.
Kerja dunia yang halal
Pekerjaan yang tidak mengandung unsur riba. (Renungkan QS.al-Baqarah 275-278; Ali Imran: 130; an-Nisa 161 ; Ar-Rum: 39 )
Pekerjaan yang tidak mengandung unsur perjudian. (Renungkan QS.-Baqarah 219; al-Maidah:90-91)
Pekerjaan yang tidak unsur kebatilan dan kecurangan, tidak merugikan dan menganiaya orang lain. (Renungkan QS.al-A’raf : 33; Al-Muthaffifin: 1-3)
Pekerjaan yang tidak melalaikan dari Allah dan tujuan hidup. (Renungkan QS. At-Taubah: 24).
Pekerjaan yang tidak mengandung unsur yang dilarang dan diharamkan oleh Allah. (Renungkan QS.Al-Khasyr : 7)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kewajiban-kewajiban maka jangan kamu sia-siakan, telah menetapkan batas-batas (hukuman-hukuman) maka jangan kamu langgar, telah mengharamkan keharaman-keharaman maka jangan kamu rusak, dan telah mendiamkan banyak hal karena sayang, bukan karena lupa maka jangan kamu cari-cari.”
Kerja akhirat yang shaleh
Yaitu mentaati Allah dan Rasul-Nya secara ikhlas; bertauhid dalam ibadah dan bertauhid dalam mutaba’ah. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi” (QS. Fathir: 29)
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga `Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS ash-Shaf: 10-13)
Pekerja yang rugi dan merugi
Yaitu orang yang bekerja hanya untuk dunia atau yang mengutamakan dunia atas akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”(QS. Al-Baqarah: 16)
“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dari pada
permainan dan perniagaan”, dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki.”(al-Jum’ah: 11)
Pekerja yang untung
Yaitu orang yang bekerja untuk akhirat, menjadikan dunia sebagai sarana, kendaraan dan jembatan menuju akhirat, mengutamakan akhirat atas dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jum`at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS al-Jum’ah:9-10)
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. an-Nur: 36-38)
Bekerja di Musim pahala bulan Ramadhan
Ramadhan adalah bulan ibadah, dan bulan pahala; bulan al-Qur’an, bulan puasa, bulan qiyamul lail, bulan sedekah, bulan jihad, bulan kesabaran, bulan do’a, bulan I’tikaf, bulan muwasah (menyantuni orang lain, bulan dzikir, bulan rahmat, bulan ampunan dan pembebasan dari neraka.
Oleh karena itu diantara petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam bulan Ramadhan adalah : Memperbanyak amal kebajikan: Seperti menolong orang yang membutuhkan, bersedekah ada fakir miskin, menyampaikan kebaikan apapun kepada orang yang mungkin kita hubungi. Amal-amal ini meskipun diperintah diluar puasa tetapi di bulan Ramadhan semakin dituntut.
Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam manusia yang paling dermawan dengan kebaikan, dan paling dermawan adalah dalam bulan Ramadhan saat beliau menemui Jibril ‘Alaihi Sallam. Jibril menemuinya pada setiap malam di bulan Ramadhan hingga ramadhan usai, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyetorkan bacaan Al-Qur’an kepadanya. Ahmad (2042) menambahkan: “Beliau tidak diminta sesuatu melainkan pasti memberikannya”.
Dalam hadits Jabir Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata: Tidak pernah Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diminta sesuatu lalu berkata : Tidak. ” Sebagaian ahli ilmu berkata: “Yang dimaksud dengan angin diatas adalah angin pembawa rahmat yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menurunkan air hujan yang menjadi sebab hidubnya tanah-tanah yang tandus dan yang lainnya yang berarti kebaikan nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merambah semua orang baik yang papa maupun yang kaya, lebih banyak dari pada rahmat yang muncul dari angin.
Bersungguh-sungguh dalam berbagai macam ibadah: Ibnul Qayyim dalam Zadul ma’ad (2/32) mengatakan: “Diantara petunjuknya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada bulan Ramadhan adalah memperbanyak ibadah. Beliau menjadi paling pemurah pada bulan Ramadhan; beliau memperbanyak sedekah, membaca al-Qur’an, shalat, dzikir, dan I’tikaf. Beliau mengkhususkan Ramadhan dengan ibadah apa yang tidak beliau khususkan pada bulan-bulan lain.” Dan Ijtihad beliau pada sepuluh terakhir melebihi ijtihadnya pada malam-malam lain. Pada malam-malam akhir itu beliau membangunkan istri-istrinya, mengikat pinggang dan bersemangat. (HR. Bukhari, 2024; Muslim, 1174, dari Aisyah)
Pada kebanyakan orang, Bulan puasa Ramadhan dijadikan bulan untuk lemas, mengantuk dan tidak bergairah. Selain itu, bagi orang yang bekerja, terkadang ritual ibadah puasa menghalangi mereka untuk lebih meningkatkan gairah dan etos kerja.
Padahal sebaliknya, kata mubaligh ibu kota Ustadz Muchsinin Fauzi Lc, bulan Ramadhan justru sebagai momen yang sangat tepat untuk meningkatkan vitalitas dan etos kerja. Muchsinin menjelaskan, betapa istimewanya bulan suci ini. Di dalam bulan Ramadhan, ada dua hal besar yang pernah terjadi sepanjang sejarah Islam. Pertama, menangnya umat Muslim dalam perang Badar. Kedua, peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan Kota Makkah). “Hal-hal penting terjadi di bulan Ramadhan. Mereka mampu melakukan hal besar dalam kondisi berpuasa. Kita pun harusnya demikian. Jadikan Ramadhan sebagai big performance umat Islam. Big performance, menurut Muchsinin, adalah perwujudan umat Islam dalam bulan Ramadhan yang tercermin dengan semangat baru dan siap meningkatkan kualitas kerja. Karena, seperti yang telah diurai, dalam bulan Ramadhan telah terjadi serangkaian peristiwa berat dan besar, namun dapat dicapai. “Jadikan peristiwa itu sebagai tonggak untuk memotivasi diri,” ujarnya.
Menurutnya, ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang cenderung menurun kualitasnya pada bulan Ramadhan. Pertama, orang tersebut belum siap menghadapi Ramadhan. “Karena belum siap, ia pun tak terbiasa lapar, haus dan lain sebagainya,” ujarnya. Kedua, visi seseorang tersebut tidak sesuai dengan Ramadhan. Oleh karenanya Ramadhannya lemah. “Ramadhan itu jalan menuju utara. Menuju Allah. Jika visinya berbeda, maka akan sulit jalani Ramadhan,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Muchsinin, sepanjang hayatnya, manusia itu dibekali hawa nafsu itulah mengapa Allah perintahkan untuk berpuasa. “Agar nafsunya jinak,” katanya. Orang yang bekerja pun demikian. Mereka dibekali hawa nafsu lengkap dengan pengujian kesabaran dan ketabahan. Mereka diuji apakah Ramadhan kualitas kerja mereka menurun padahal bulan selain Ramadhan etos kerja mereka baik.
Muchsinin pun menyarankan, setiap pekerjaan yang kita lakukan itu harus diniatkan karena Allah Swt dan diniatkan sebagai bentuk penghambaan diri padaNya. Tak peduli dengan gaji yang didapat dengan jam kerja yang panjang. Intinya, keprofesionalan terwujud karena kita bertanggung jawab kepada Allah. Bukan karena jabatan, apalagi materi yang didapat. Oleh sebabnya, muslim yang tangguh tak menjadikan gaji sebagai motivasinya. “Gaji bukan motivasi tapi kontrak kerja. Muslim yang ingin memiliki etos kerja yang bagus, motivasinya juga harus benar,” tegasnya.
Lebih lanjut, ustadz lulusan Universitas Madinah ini juga memaparkan perihal sedekah. Orang yang paling bahagia ialah orang yang bekerja karena Allah, lalu bersifat dermawan. Sedekah yang sempurna baginya ialah sedekah orang yang senantiasa memberi baik dalam keadaan lapang dan sempit. Nabi Muhammad Saw pun demikian, saat bulan Ramadhan, tak pernah berhenti untuk memberi. “Sedekah Nabi seperti angin berhembus. Tidak pernah berhenti. Baik lapang maupun sempit. Itulah orang yang paling bahagia,” katanya.
Penulis:
Ratna Zaidah, M. Ed (Pengawas Madrasah Pada Kementerian Agama Kabupaten Aceh Besar)